Belajar ke Baduy Kuy!

Posted on

Mata Kuliah Antropologi Sosial ini diampu oleh Pak Subhan Widiansyah, M. Pd yang kerap disapa Pak Beben. Pada tanggal 26 Oktober 2021 mahasiswa Pendidikan Sosiologi FKIP Untirta melakukan studi lapangan ke Suku Baduy yang  terletak di Kabupaten Lebak Banten. Berikut pendapat mahasiswa tentang studi lapangan ke Baduy ini. 

Fathia Ridhawati Pendidikan Sosiologi 2021

Di salah satu desa di Baduy yaitu desa Kenekes, saya dan beberapa mahasiswa/i lainnya mewawancarai salah satu masyarakat Baduy dalam mengenai kebudayaan yang ada di Suku Baduy dalam tersebut.

Setelah saya mendapatkan beberapa informasi tersebut, saya dapat menyimpulkan bahwa masyarakat Baduy Dalam masih sangat menjaga budaya yang diberikan oleh para leluhurnya bahkan untuk menimba ilmu pengetahuan saja tidak ada sekolah formal di sana, mereka hanya mendapatkan ilmu pengetahuan dari para leluhur yang di sampaikan oleh ibu dan bapak mereka. untuk kebahasaan masyarakat Baduy, baik itu masyarakat Baduy dalam maupun Baduy luar mereka menggunakan bahasa sunda, tetapi jika masyarakat Baduy sedang berinteraksi dengan masyarakat yang berasal dari luar suku baduy mereka akan menggunakan Bahasa Indonesia, meski Kecakapan Bahasa Indonesia mereka masih sangat terbatas.

Untuk kepercayaan masyarakat Baduy sendiri, mereka biasa menyebutnya yaitu Sunda Wiwitan dimana sunda wiwitan ini berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme). Untuk mata pencahariannya, masyarakat Baduy pada umumnya ialah petani, selain itu mereka juga berkebun seperti menanam pisang, menanam duren, menanam petai, menanam kencur, dll. Dengan mata pencaharian itu mereka tidak pernah merasa kurang karena leluhur mereka selalu mengajarkan bahwa cukup tidak cukup harus tetap dicukupkan. 

Masyarakat Baduy tidak terlalu mengenal dengan berbagai macam kesenian, tapi mereka tetap memiliki beberapa kesenian yang masih terjaga sampai saat ini, diantaranya yaitu angklung buhun, kecapi, kumbang dan trawelet. Alat alat itu digunakan untuk menghibur kepada Dewi Sri saat menanam dan juga memanen padi.

Sistem kemasyarakatan di wilayah Baduy disebut dengan Tangtutiluh Jarotujuh dimana fungsi kemasyarakatan ini  untuk  membahas segala sesuatu kebutuhan masyarakat Baduy, dan juga membahas segala ketentuan yang ditentukan oleh leluhur seperti cara berpakaian yang dianjurkan hukum adat, isi dari Tangtutiluh Jarotujuh ini ialah 3 masyarakat Baduy Dalam dan 7 masyarakat Baduy Luar. 

Masyarakat Baduy sangat mendukung adanya kemajuan teknologi saat ini, tetapi mereka menjaga agar anak cucu mereka tidak terdoktrin oleh teknologi tersebut, karena bagi mereka jika seseorang sudah terdoktrin oleh teknologi maka dengan mudah seseorang itu melupakan ada istiadat yang diberikan oleh leluhur mereka. 

Kemudian Igo Dwi Prastiyo berpendapat Kesan dari saya pribadi mengenai acara studi lapangan ke Baduy itu tentunya sangat menyenangkan karena alasan pertamanya yaitu bisa bertemu teman secara langsung.

Mengenai pengalaman yang saya dapatkan dalam acara ini pastinya sangat banyak sekali, diantaranya ketika di perjalanan menuju Baduy kebetulan sekali satu mobil dengan pak Subhan. Pak Subhan banyak menceritakan hal menarik mengenai kampus kita.

Ketika perjalanan hingga sampai dan kembali lagi dari Baduy. Saya bisa mengetahui bahwa budaya dan lingkungan yang sangat di pelihara dan dianggap berharga oleh masyarakat Baduy ternyata sangatlah indah dan menarik.

Mungkin itu kesan dan pengalaman saya mengenai acara studi lapangan ke Baduy yang diselenggarakan oleh mata kuliah Antropologi Sosial.